Minggu, 26 Mei 2013

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


JENIS PENDIDIKAN KHUSUS UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

SLB  A : TUNA NETRA

ALAT PENDIDIKAN
1. Bagi Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan baik sebagian maupun keseluruhan. Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1) reglet dan pena,
2) mesin tik Braille,
3) computer dengan program Braille,
4) printer Braille,
5) abacus,
6) calculator bicara,
7) kertas braille,
8) penggaris Braille,
9) kompas bicara.
b. Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan pendengaran.
  1. Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf Braille.
  2. Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara
c. Alat Peraga.
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
  1. benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
  2. benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
  3. benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
  4. benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll.
  5. gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
  6. Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
  7. Peta timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
  8. Globe timbul
  9. Papan baca
  10. Papan paku
2. Bagi Low Vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga.
a. Alat bantu optik antara lain:
1) kacamata
2) kacamata perbesaran
3) syand magnifier
4) hand magnifier
5) kombinasi
6) telescop
7) CCTV
b. Alat bantu non optik antara lain:
1) kertas bergaris tebal
2) spidol
3) spidol hitam
4) pensil hitam tebal
5) buku-buku dengan huruf yang diperbesar
6) penyangga buku
7) lampu meja
8) typoscope
9) tape recorder
10) bingkai untuk menulis
c. Alat peraga bagi anak low vision:
Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga visual, antara lain:
  1. gambar-gambar yang diperbesar.
  2. benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
  3. benda asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
  4. benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
  5. benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.

TENAGA KEPENDIDIKAN
Tenaga kependidikan yang dibutuhkan antara lain:
1. Guru  dengan kualifikasi:
  1. SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa)
  2. Sarjana (S-1) PLB
  3. Pasca Sarjana (S-2) PLB
  4. Sarjana (S-1) bukan PLB tetapi memiliki latar belakang keahlian tertentu/khusus yang dibutuhkan anak tunanetra, seperti; Pendidikan Agama, Musik, Massage, dll.
  5. Guru sekolah umum yang diberi training minimal 6 bulan
2. Psikolog
Psikolog diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan intelegensi anak tunanetra. Disamping itu membantu guru dalam assessment. Tujuan assessment adalah untuk mengetahui sejauhmana potensi dan kekurangan/hambatan yang dimiliki anak tunanetra, sehingga dapat diketahui apa kebutuhan anak tunanetra dalam proses pembelajaran.
3. Dokter mata
Rekomendasi dari dokter mata sangatlah diperlukan bagi lembaga penyelenggara pendidikan tunanetra. Seorang dokter mata memiliki kewenangan untuk menentukan bahwa seseorang memiliki hambatan dalam penglihatan.
4. Optometris
Kemampuan penglihatan anak tunanetra dapat dikatehui salah satunya dari hasil assessment klinis yang dilakukan oleh seorang optometris. Kondisi anak tunanetra dapat diketahui melalui laporan hasil assessment, misalnya:
a. Ketajaman penglihatan
b. lapang pandang
c. kebutuhan media baca tulis
d. alat bantu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak
e. alat peraga yang dibutuhkan
f. penempatan di dalam kelas

 LAYANAN PENDIDIKAN
1. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan bagi anak tunanetra terdiri dari:
a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
  1. Program Kegiatan Belajar:
    (a) Program umum: pembentukan perilaku melalui pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.
    (b) Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
  2. Susunan Program Pengajaran:
    • Kegiatan belajar 3 jam perhari. Setiap jam pelajaran lamanya 30 menit.
  3. Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun
  4. Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
  5. Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5 peserta didik.
  6. Sistem guru:
    (a) Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan Mobilitas.
    (b) Team teaching
b. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
1) Kurikulum:
  1. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
  2. Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
  3. Program Muatan Lokal antara lain: bahasa Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
2) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
4) Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru:
(a) Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan.
(b) Team teaching
(c) Mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra yang membutuhkan layanan tertentu.

c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
1) Kurikulum:
  1. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatann bahasa Inggris.
  2. Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
  3. Program Muatan Lokal: bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
  4. Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang
sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru: Guru mata pelajaran
d. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
1) Kurikulum:
  1. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatan Bahasa Inggris.
  2. Program Khusus: Braille
  3. Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit.
Alokasi waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program plihan kurang lebih 62%.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru: Guru mata pelajaran
3. Model Pendidikan
a. Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
b. Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB)
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
(a) bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga,
(b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
(c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c. Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung.
Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan:
  1. Kebutuhan dan kemampuan siswa
  2. Satu sekolah untuk semua
  3. Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa
  4. Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment
  5. Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
  6. Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa
    Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
Dari program kegiatan yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan tingkatannya, masih ada program kegiatan belajar yang belum dijalankan karena mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti :
·         Kurangnya dana pemerintahan sekolah
·         Minimnya peralatan sekolah
·         Kurangnya tenaga pengajar yang berpengalam dll

SLB B (TUNA RUNGU)

Tunarungu adalah sebuah istilah yang merujuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang. Anak-nak dalam kondisi ini mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu, yaitu:
1.      Klasifikasi umum
·         Tuli (The deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
·         Kurang dengar (Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.
2.      Klasifikasi Khusus
·         Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25-45 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf ringan, dimana anak dalam tahap ini mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depan, dekat dengan guru.
·         Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana anak dalam tahap ini hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid, dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
·         Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71-90 dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan katagori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan bicaranya.
·         Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya.
Lingkup Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
  1. TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
  2. SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial.
  3. SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
  4. SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB B sama seperti sekolah pada umumnya yang mengacu pada perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a)      UUD 1945 (Amandemen).
b)      UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c)      UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
d)     UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e)      PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f)       Deklarasi Bandung tahun 2004 “ Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”
g)      Deklarasi Salamanca, dsb.
Tujuan penyelenggaraan Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang diderita sehingga anak-anak tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
  1. Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak usia sekolah.
  2. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
  3. Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan anak tunarungu.
  4. Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
  5. Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.
  6. Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian, kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat ketunaan yang disandangnya.

a. Karakteristik
Faktor edukasi harus menjadi titik tolak perencanaan bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan yang harmonis dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu semaksimal mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang bersifat umum dan khusus antara lain:
  1. Suasana yang tentram
  2. Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun, beternak dan sebagainya.
  3. Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.
Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
  1. Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan anak.
  2. Ruang latihan bicara dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus, cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan semacam gabus peredap suara.
  3. Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi bahan peredap suara.
3. Sarana Pendidikan                                                   
a. Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama.

b. Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga yang meningkatkan kemampuan nya dalam mengenali hal .
Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh:
Sekolah yang berada di lingkungan pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan sebagainya;
  1. Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan menganyam dan sebagainya.
  2. Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif, percetakan,sablon,mengukir,membatik.
    Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program
    danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.












SLB C (TUNA GRAHITA)

Tuna Grahita adalah keterbatasan substansial dalam memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang). Disebut Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18 tahun.

Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di golongkan sebagai berikut.:
1.1Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik
Pada masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9 bulan.Dengan rentang IQ  antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, sp ketika mereka   menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan ketrampilan komunikasi dan mampu mengembangkan ketrampilan sosial. Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari ketrampilan-ketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia remaja,pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan,memerlukan pendidikan khusus.

1.2Tuna Grahita golongan moderate,masih bisa dilatih (mampu latih).
Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2 bulan.Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sosial yang buruk,  perkembangan motor yang tidak terlalu baik,  bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa
mengelola dirinya dengan super vivi dari orang dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila diajarkan secara khusus.

1.3 Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tuna Grahita yang mampu latih tapi tergantung pada orang lain.
Rentang IQnya terletak antara 25 hingga 39.  Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim,  biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus dibantu),s eringkali tidak memiliki ketrampilan berkomunikasi.

Media Serta Asas Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita

Alat Bantu pelajaran penting diperhatikan dalam mengajar anak tunagrahita. Hal ini disebabkan anak tunagrahita kurang mampu berfikir abstrak, mereka membtutuhkan hal-hal kongkrit. Agar terjadinya tanggapan tentang obyek yang dipelajari, maka dibutuhkan alat pelajaran yang memadai.
karakteristik alat Bantu pelajaran untuk anak tunagrahita antara lain.
1.      Warna. Tidak terlalu menyolok
2.      Garis dan bentuk tidak boleh abstrak
Hal yang penting adalah dalam menciptakan atau memilih alat bantu atau media pembelajaran ini harus diingat tentang hal-hal yang perlu ditonjolkan atau yang akan menjadi pusat / pokok pembicaraan. Anak tuna grahita akan mengalami kesulitan apabila dihadapkan dengan obyek yang kurang jelas tanpa tekanan tertentu.
Jadi dalam memilih media pembelajaran bagi anak tunagrahita, harus benar-benar selektif dan mengarah pada hal yang abstrak, serta disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan yang ada pada masing-masing anak.     
Media pembelajaran merupakan suatu  elemen penting yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan dan dapat lebih meningkatkan kualitas belajar siswa, kualitas mengajar guru, di samping itu dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran baik di sekolah umum maupun di SLB termasuk bagi anak-anak tunagrahita.
Untuk itu sudah sewajarnya bila dalam proses pembelajaran media pembelajaran harus benar-benar direncanakan dan  digunakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru.
Tingkat imajinasi pada tiap anak pasti berbeda. Ada yang berada pada titik biasa hingga luar biasa. Tak ubahnya TG, pengembangan imajinasi mereka harus tetap terarah.
Mengembangkan imajinasi anak TG dapat dilakukan dengan jenis permainan seperti drama. Menggambar bebas pun dapat menjadi salah satu alternatif. Contoh lain adalah membentuk pasir dan tanah liat.
Intinya, permainan yang akan diterapkan harus diserahkan sepenuhnya pada si anak. Biarkan imajinasi si anak yang membawa permainan dari awal hingga akhir. Contoh yang paling mudah dilakukan sendiri adalah menggambar bebas. Setiap anak pasti memiliki deskripsi tertulis tentang apa yang menjadi pikiran dan perasaan mereka.
Alat yang digunakan dalam menggambar bebas tentu sangat sederhana dan mudah didapat. Cukup sediakan kertas polos kosong (buku gambar) dapat pula menggunakan kanvas. Sebagai pewarna, gunakan cat air, cat minyak, atau alat mewarna lainya. Tak perlu mahal, yang terpenting adalah proses awal dan akhir.
Pelaksanaannya mudah, langkah awal adalah memberikan pengertian kepada si anak apa yang akan dilakukan dengan alat menggambar tersebut. Menanyakan apa kegemaran atau apa yang telah dilakukan si anak pun dapat menjadi awal untuk si anak mendeskripsikan dalam bentuk gambar.
Biarkan si anak memenuhi media kosong tersebut. Tetap dampingi, jika memungkinkan temani si anak menggambar dengan media terpisah. Sembari menggambar, lakukan dialog. Misalnya kenapa buah jerukmu warnanya merah bukan kuning, atau lihat gambar ibu mirip sepatu ayah ya .
Asas pengajaran yang di terapkan kepada siswa Tuna Grahita adalah sebagai berikut:
1.      Asas keperagaan
Karena anak tuna grahita sangat lambat daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat bermanfaat. Manfaat penggunaan alat peraga bagi anak tuna grahita yaitu untuk menarik minat anak untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karena anak tuna grahita cepat sekali bosan dalam menerima pelajaran, mencegah verbalisme yaitu anak hanya tahu kata-kata tanpa mengerti maksudnya anak tuna grahita sering menirukan apa yang didengar atau dikatakan oleh temannya padahal mereka tidak tahu maksud yang dikatakan tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan diberikan secara baik yaitu dari yang paling kongkret menuju ke hal yang kongkret akhirnya ke hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang mendalam.
1.      Asas Kehidupan Kongkret
Di dalam penerapan asas ini anak diperlihatkan dengan benda atau dengan situasi yang sesungguhnya, kemudian dijelaskan pula penggunaan atau kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Asas Sosialisasi
Bersosialisasi penting sekali bagi anak tuna grahita. anak tuna grahita harus belajar mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain.
3.      Asas Skala Perkembangan Mental
Mengingat bahwa anak tuna grahita mempunyai keterbelakangan dalam kemampuan berpikir, akibatnya ada anak yang mempunyai umur kalender lebih banyak, sedang umur mentalnya dibawah umur kalendernya. Oleh sebab itu dalam pengajaran diterapkan asas skala perkembangan mental. Asas ini berhubungan dengan penempatan anak di dalam kelas-kelas
4.      Asas Individual
Maksud asas individual yaitu pemberian bantuan atau bimbingan kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya agar dapat belajar dengan baik. Asas ini penting sekali bagi anak tuna grahita dikarenakan kemampuannya yang terbatas sehingga menghambat perkembangan kepribadian. Oleh karena itulah perlu pengajaran individual. Karena selain kemampuan yang terbatas, anak tuna grahita cenderung terganggu emosinya/ emosi tidak stabil dimana hal ini merupakan penghambat, maka perlu pengajaran individual guna mencari sebab dan cara mengurangi gangguan tersebut.

STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH KHUSUS TUNAGRAHITA.
                Struktur ini merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran kedalam muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran. Pada kurikulum ini dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai pesarta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kelulusan yang termuat permen 22, 23 dan panduan pelaksanaan yang termuat dalam permen 24 Tahun 2006.

Struktur Kurikulum SDLB Tunagrahita Ringan dan Tunagrahita Sedang.

Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu

I, II, dan III
IV , V dan VI
A. Mata Pelajaran.
     1. Pendidikan Agama.      .       



     2. P K N.


     29 – 32
(pendekatan
    Tematik ).
      
        
  30
  ( Pendekatan Tematik)
     3. Bahasa Indonesia
     4. Matematika        
     5. Ilmu Pengetahuan Alam.
     6. Ilmu Pengetahuan Sosial.
     7. Seni Budaya dan Ketrampilan.
     8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
         Kesehatan.
2
               2
 B. Muatan Lokal.
2
               2
 C. Program Khusus.
2
               2
 D. Pengembangan Diri
2

                 Jumlah
      29 - 32
             34



Struktur Kurikulum SMPLB Tunagrahita Ringan dan Tunagrahita Sedang

Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VIII
VIII
IX
A. Mata Pelajaran
      1. Pendidikan Agama


10
(pende
Katan
Tematik)









10
(pende
Katan
Tematik)









10
(pende
Katan
Tematik)







      2. Pendidikan         Kewarganegaraan
      3. Bahasa Indonesia
      4. Bahasa Inggris
      5. Matematika
      6. Ilmu Pengetahuan Sosial
      7. Ilmu Pengetahuan Alam
      8. Seni Budaya
     9. Pendidikan Jasmani, Olah             raga  
         dan Kesehatan.
     10. KetrampilanVokasional/   Teknologi Informasi dan Komunikasi.
20

20

20

B. Muatan Lokal
2
2
2
C. Program Khusus
2
2
2
D. Pengembangan Diri
2
2
2

    Jumlah  

36

36

36


Struktur Kurikulum SMALB Tunagrahita Ringan dan          Tunagrahita Sedang.

Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
X
XI
XII
A. Mata Pelajaran
     1. Pendidikan Agama



10
(pende
Katan
Tematik)







10
(pende
Katan
tematik







10
(pende
Katan
Tematik)




     2. Pendidikan Kewarganegaraan
     3. Bahasa Indonesia.
     4. Bahasa Inggris
     5. Matematika.
     6. Ilmu Pengetahuan Sosial.
     7. Ilmu Pengetahuan Alam
     8. Seni Budaya.
     9. Pendidikan Jasmani, Olah raga dan
         Kesehatan.
   10. Ketrampilan Vokasional/Teknologi
         Informasi dan Komunikasi ).

24

24

24
  B. Muatan Lokal.
2
2
2
  C. Program Khusus.
2
2
2
  D. Pengembangan Diri.
2
2
2
             
                   Jumlah  

36
36
36




SLB-D (TUNA DAKSA)

SLB-D adalah lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunadaksa.
Anak tunadaksa adalah salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian (cacat fisik).

Sistem Pendidikan Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa ada yang mengalami kelainan fisik atau tubuhnya saja, dan ada yang mengalami gangguan fisik disertai dengan berbagai gangguan seperti gangguan kecerdasan, persepsi, komunikasi. Keragaman tingkat kecacatan tersebut berdampak pada segi layanan pendidikannya.
Tujuan pendidikan anak tunadaksa besifat ganda yaitu berkaitan dengan aspek rehabilitasi yang sasarannya adalah pemulihan fungsi fisik dan berhubungan dengan tujuan pendidikan.
Connor (1975) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu :
·         Pengembangan intelektual dan akademik
·         Membantu perkembangan fisik
·         Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
·         Mematangkan aspek sosial
·         Mematangkan moral dan spiritual
·         Meningkatkan ekspresi diri
·         Mempersiapkan masa depan anak
Prinsip dasar program pendidikannya meliputi :
a.       Kesuluruhan anak
b.      Kenyataan
c.       Program yang dinamis
d.      Kesempatan yang sama
e.       Kerjasama
Prinsip khusus pendidikan anak tunadaksa terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip individualis. Multisensori berarti banyak indera, maksudnya anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam diri anak. Prinsip individualis berarti kemampuan dari masing-masing individu menjadi titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Frances P. Connor (1975) mengusulkan bentuk-bentuk pendidikan untuk anak tunadaksa sebagai berikut : kelas biasa (regular), kelas atau sekolah khusus, pengajaran di rumah, sekolah di rumah sakit.
Gagne membagi kegiatan belajar mengajar ke dalam 8 fase, yaitu : motivasi, perhatian, menghimpun, menyimpan, mengungkapkan kembali, generalisasi dan transfer, perbuatan, balikan dan penguatan.
Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus
Struktur kurikulum dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran.
Kurikulum pendidikan khusus terdiri atas 8 sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal, program khusus, dan pengembangan diri.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tunalaras.

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatannya difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual dibawah rata-rata, yang berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi, semaksimal mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan umum sejak SD. Jika peserta didik mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus didorong untuk dapat melanjutkan ke SMP umum. Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, setelah lulus SDLB, dapat melanjutkan pendidikan kejenjang SMPLB, dan SMALB.
Struktur kurikulum SDLB tunadaksa terdiri dari 8 mata pelajaran, yaitu: Pendidikan agama, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya dan keterampilan, pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Muatan lokal, program khusus bina gerak, dan pengembangan diri.
Struktur kurikulum SMPLB Tunadaksa terdiri dari 10 mata pelajaran, yaitu: Pendidikan agama, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, IPS, IPA, seni budaya, Penjas Orkes, keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi. Muatan lokal, Program khusus bina gerak, dan Pengembangan diri.
Struktur kurikulum SMALB Tunadaksa terdiri dari 10 mata pelajaran sama dengan SMPLB, bedanya pada jumlah jam yang lebih banyak.

SLB E (TUNA LARAS)
Tuna Laras adalah anak yang memiliki masalah dalam mengendalikan control emosi dan perilaku dengan lingkungannya.“Tuna” adalah kurang sedangkan “Laras” adalah sesuai, maka dapat digabungkan yaitu kurang sesuai.  Anak tuna laras biasanya sulit beradaptasi dengan lingkungannya karena tidak dapat menempatkan  perilaku  yang tepat dengan orang, situasi dan lingkungan yang tepat. 
Definisi menurut beberapa  tokoh  dan Lembaga yang terkait:
1.      Menurut kurikulum SLBE (1977):
a.    Mengalami hambatan/ gangguan emosi dan tingkah laku.
b.   Memiliki habit untuk melangggar aturan.
c.    Melakukan kejahatan.
d.   Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

2.      Public  Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat):
gangguan emosi yang menunjukkan salah satu atau lebih gejala-gejala dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar.
  1. Kauffman (1977) :
secara kronis dan mencolok dalam berinteraksi dengan lingkungannya namun tidak dapat diterima secara pribadi maupun social. Tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara social dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.


Bagaimana cirri-ciri mereka?
Anak tuna laras memiliki ciri yang secara umum dapat dikenali atau dirasakan oleh orang lain, yaitu:
a.       Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan factor kecerdasan, penginderaan atau kesehatan
b.      Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru
c.       Bertingkah laku yang tidak  pantas pada keadaan normal
d.      Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus

Menurut  Eli M. Bower seorang anak dapat dikatakan memiliki gangguan atau kelainan emosi (tuna laras) apabila:
1.      Bertingkah laku atau berperan tidak pada tempatnya.
2.      Tidak dapat menjalin hubungan baik dengan teman, guru dan lingkungannya.
3.      Memiliki symptoms fisik seperti merasa kesakitan dan takut berkaitan dengan masalah di sekolahnnya.
4.      Tidak mempu belajar karena keterbatasan intelektual, kesehatan maupun sensori.

Program apa saja yang digunakan dalam sistem pembelajaran mereka?
Ada dua macm prigram yang diberikan pihak sekolah kepada anak berkubutuhan khusus ini. Yaitu:
1.    Sistem pengajaran
a.       Sistem pembelajaran penyuluhan yang diberikan oleh staf pengajar (Remedial Teaching). Pada sistem ini guru dianggap mampu embuat suasana kelas dengan baik, mengobati dan lebih memperhatikan murid.
b.      Sistem pembelajaran Klasikal, dimana staf pengajar berperan penting dalam menyampaikan informasi kepada muridnya. Staff pengajar atau gurubiasanya dianggap mampu dalam mengelola kelas dan proses pemelajaran.
2.    program Bimbinganpenyuluhan
  a. program bimbinganpenyuluhansuasanahidup beragama di asrama
  b. program keterampilan
  c. program belajar di sekolah regular
  d. program bimbingankesenian
  e. programke orang tua
  f. program kemasyarakat
  g. program bimbingankepramukaan
Program pembelajaran tersebut telah dipraktikan oleh lembaga atau SLB yang ada. Klasifikasinya sebagai berikut:
A. Kurikulum SDLB(Sekolah Dasar Luar Biasa):
  1. Program Umum.
disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
  1. Program Khusus
disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
  1. Program Muatan Lokal
disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
B. Kurikulum SLTPLB (SekolahLanjutan Tingkat PertamaLuarBiasa)
  1. Program Umum
disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
  1. Program Khusus
disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
  1. Program Muatan Lokal
    disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
  2. Program Pilihan
    berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
C. Kurikulum SMLB meliputi :
  1. Program Umum
disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2.      Program Pilihan
berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.

Apa alat bantunya?
Ala bantu yang digunakan dalam sistem pembelajaran masih berfokus pada kecakapan guru dalam membimbing murid. Namun dalam pelaksanaan penyelenggaraannyaada macam-macam bentuk pendidikan sebagai berikut:
  1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Apabila salah seorang  murid menunjukan gejala kenakalan ringan,pembimbing lekas membantu meredakan mereka. Mereka yang masih dianggap memungkinkn beljr bersama-sama teman kelasnys, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
  2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
  3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
  4. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.